Selamat Datang di Blog Motivasi Karya Anak Bangsa

Semua Penulisan ini adalah kumpulan dari beberapa pendapat anak bangsa di Indonesia.

Minggu, 12 Februari 2012

Asal Usul Masyarakat Gayo

Oleh : Maya Agusyani, S.Pd*
Tanah Gayo adalah suatu daerah di belahan bumi sebelah utara garis khatulistiwa yang terletak di tengah-tengah propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Gayo merupakan daerah sentral bagi daerah-daerah sekitarnya seperti Aceh Utara, Aceh Barat, Pidie, Aceh Timur dan Sumatera Utara. Terletak di tengah-tengah pegunungan daerah Aceh yang membujur dari utara ke bagian tenggara sepanjang bukit barisan bagian ujung pulau Sumatera.
Secara administrative, suku bangsa Gayo adalah orang-orang yang mendiami kabupaten yang disebut Aceh Tengah dan Bener Meriah. Penduduk daerah Gayo pada masa sekarang ini terdiri dari suku bangsa Gayo sendiri, yang juga berasal dari suku bangsa lain seperti Aceh, Jawa, Minangkabau bahkan orang-orang Cina, baik WNI maupun WNA yang menetap di Takengon.
Tetapi pada masa lampau penduduk daerah Gayo dibagi menjadi dua bagian, yaitu penduduk daerah Gayo yang bertempat tinggal di Kebayakan dan penduduk Gayo yang bertempat tinggal di Bebesan.
Kampung Kebayakan terletak di sebelah barat laut danau Laut Tawar. Sedangkan Kampung Bebesan terdapat di sebelah barat Kebayakan. Kedua kampung tersebut dihubungkan oleh jalan kurang lebih 1 Km.
Asal Usul
Dalam sejarah, penduduk yang mendiami kampun Kebayakan dan Bebesan merupakan kampung “inti” di Gayo Laut, mempunyai satu anggapan bahwa asal usul mereka berbeda. Penduduk kampung Kebayakan mengatakan mereka adalah penduduk asli di daerah Gayo ini.
Sedangkan yang satu pihak lagi, yakni penduduk kampung Bebesan, memang menyadari bahwa mereka berasal dari Batak (Tapanuli), lebih popular disebut dengan Batak 27 (disebut dengan Batak 27 karena dalam sejarah kedatangan mereka ke Gayo pada jaman lampau, orang-orang Batak ini berjumlah 27 orang).
Belum jelas pada abad berapa peristiwa kedatangan Batak Karo 27 tersebut ke Tanah Gayo. Namun, pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Riayat Syah Al Kahar, pada abad ke 16 M pernah tujuh pemuda dari tanah Karo bertamasya ke Tanah Gayo. Kedatangan mereka guna menyaksikan kebenaran keindahan laut tawar (H. AR. Latief, 1995 : 81).
Sementara menurut Dr. C. Snouck Hougronje, kedatangan Batak Karo 27 adalah pada masa kejuruan (raja) bukit telah memeluk Islam. Kejuruan Bukit adalah suatu bagian dari raja-raja yang terdapat di tanah Gayo yang memiliki hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan (kejuruan) lain.
Kedatangan orang-orang dari Tapanuli yang dikenal dengan istilah “Batak 27” ini melahirkan nama-nama Belah atau Clan di Gayo dengan nama yang hamper sama dengan marga yang ada di Tanah Karo sendiri. Seperti Clan Munthe, Cibero, Melala, Lingga, Tebe yang di Karo disebut Munthe, Sibero, Meliala dan sebagainya.
Batak 27 pada masa itu mendapat sebagian wilayah kekuasaan Raja Bukit sebagai diyat untuk mengganti kerugian akibat matinya suku Batak Karo yang terbunuh dalam peperangan.
Ganti rugi tersebut diwujudkan dengan membelah danau Laut Tawar menjadi dua sampai Kala Bintang sebelah utara termasuk daratan, mulai dari kampung Kebayakan, Rebe Gedung, Simpang Tiga, Delung Tue win Ilang hingga Ramung Kengkang perbatasan Aceh Timur (sekarang Kabupaten Bener Meriah, red) dan arah selatan sampai perbatasan Lingga.
Setelah batas wilayah ditentukan oleh kedua belah pihak yang berdamai, Raja Bukit ke II Panglima Perang Dagang mengajukan sebuuah tuntutan kampung bukit berikut bangunannya yang telah diduduki oleh Batak 27.
Raja Leube Keder berkata dengan tegas bebaskan, dalam bahasa Karo artinya dibebaskan dari tuntutan, lambat laun kata bebaskan berubah menjadi kata Bebesan sampai sekarang ini (AR. Latief, 1995). Raja Bukit Panglima Perang Dagang, kemudian bersumpah tidak berkeberatan kampung Bebesan berikut bangunannya dijadikan hak milik Batak 27.
Beberapa hari kemudian penduduk bukit sendiri membangun pemukiman baru yang terletak dipinggir Danau Laut Tawar yang sekarang disebut dengan daerah Kebayakan. Mula-mula kampung ini disebut dengan Kebanyakan karena penduduknya yang terbanyak, kemudian setelah penjajah Belanda datang dan tidak dapat menyebutkan nama kampung tersebut dengan tepat, berubah menjadi Kebayakan.
Marcopolo yang pernah singgah di Peureulak, Aceh Timur sekembali dari Cina menuju Italia tahun 1292 mengatakan bahwa penduduk Aceh telah memeluk agama Islam. Penduduk yang tidak mau memeluk agama Islam menyingkir ke pedalaman dan menjumpai kerajaan kecil di pedalaman tersebut.
Penduduk asli pedalaman ini menyebut daerahnya sebagai “Lainggow” dan menyebut rajanya dengan Ghayo-Ghayo atau raja gunung yang suci. Di daerah Lianggow tersebut telah berdiri kerajaan kecil, yaitu “Kerajaan Linggow” dan kerajaan besar yaitu kerajaan ‘Lingga’ dan sudah memiliki hubungan dengan kerajaan Peureulak di Aceh Timur dengan mengirim bingkisan (MH Gayo, 1983).
Adalah masuk akal jika catatan Marcopolo tersebut dipegang kebenarannya, maka dalam perkembangan sejarah selanjutnya penduduk pedalaman ini disebut dengan Suku Gayo.
Sementara itu ada pula orang yang beranggapan bahwa orang Gayo adalah berasal dari orang-orang yang lari dari daerah Peureulak, Aceh Timur ke daerah pedalaman karena tidak mau masuk Islam. Dan kata-kata Gayo sama artinya dengan kata-kata dalam bahasa Aceh, yaitu “Ka-yo” yang artinya “sudah takut.
Meskipun tidak ada penjelasan ilmiah mengenai hal ini, namun demikian jika dilihat dari letak daerah Gayo dalam peta Aceh, tidaklah mustahil jika orang-orang Gayo di zaman dahulu kala berasal dari penduduk daerah Peureulak, Aceh Timur atau daerah  Pasee, Aceh Utara melalui sungai-sungai yang hulunya berada di daerah Gayo di pedalaman.
Kemungkinan itu lebih besar lagi mengingat kedua daerah Peureulak dan Pasee berada di pinggir pantai Aceh yang menghadap ke Selat Melaka, yaitu daerah hubungan lalu lintas antar bangsa-bangsa yang ramai dalam sejarah di kawasan Asia Tenggara.
Komunitas Gayo
Hingga saat ini penduduk Gayo ini dibagi menurut daerah kediamannya. Suku Gayo disebut sebagai orang Gayo Laut atau Gayo Lut bagi mereka dan berdiam di sekitar Gayo Lues dan orang Gayo serba jadi bagi mereka yang berdiam diri di sekitar serba jadi sembung-lukup (sekarang Kabupaten Gayo Lues-red).
Selain itu masih ada orang-orang Gayo yang terdapat dalam kelompok-kelompok kecil yang terpisah-pisah yang berdiam di sekitar Aceh Timur dan sekitar perbatasan Aceh Timur-Sumatera Utara, seperti orang Gayo Kalul, orang Gayo Johar dan lain-lain. Sedangkan suku Alas berdiam di berbagai daerah tanah Alas yang berbatasan langsung dengan Gayo Lues, Asel, daerah Karo dan Sumatera Utara.
Islam Di Gayo
Memperhatikan keaneka ragaman penduduk Gayo yang tinggal di tanah Gayo, Aceh Tengah itu menunjukkan bahwa daerah gayo itu tidak menutup pintu bagi orang-orang yang hendak tinggal di sana. Kemungkinan besar bagi pendatang itu mendapat tempat yang layak dikalangan masyarakat, maka suatu dugaan keras bahwa masuknya Islam ke daerah Gayo di bawa oleh pendatang-pendatang.
Baik pendatang itu sebagai pedagang maupun sebagai mubaligh. Salah satu bukti yang dapat dilihat adalah adanya sebuah kuburan Ya’kub, saudara Misan dari Al-Malik Al-Kamil yang terdapat di desa Lingga. Ya’kub meninggal pada hari Jum’at, 15 Muharram 630 H (1232 M). Namun, untuk hal ini diperlukan lagi penelitian yang lebih mendalam.
Menurut Belanda, daerah Gayo adalah suatu daerah yang menentukan hidup matinya kekuasaan Belanda di Aceh. Sebab ketika Batee Iliek jatuh ke tangan Belanda, Sultan mundur ke Tanah Gayo yang bertepatan dengan disusunnya gerakan mempertahankan kemerdekaan yang dipimpin oleh Teungku Tapa sejak tahun 1898.
Rakyat Gayo yang menyadari Agresi Belanda sangat berbahaya, maka dengan serempak rakyat Gayo menaikkan bendera putih yang disebut “Pepanyi ni Umah”, panji tersebut dilukis dengan kalimah Allah, Rasul dan keempat sahabat. Panji-panji tersebut dinaikkan oleh rakyat di tiap-tiap rumahnya sebagai pertanda datangnya syaitan yang bermaksud menjahanamkan ummat Islam (Mohd. Said 1981: 632) sehingga rakyat Gayo dengan serta merta mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Batak 27 di Laut Tawar
Batak 27 yang datang ke Gayo mempunyai seorang pemimpin Batak Karo muslim dan seorang ulama yang arif dan bijaksana. Pemimpinnya tersebut bernama Leubee Kader yang merupakan cucu dari Adi Genali, anak dari Johansyah atau Sibayak Lingga (AR. Latief 1995 : 68) yang kemudian berhasil menjadi raja Bebesan yang pertama setelah menuntut diyat dari raja bukit. Setelah menguasai daerah dan masyarakat sekitarnya pun ikut memeluk agama Islam. Bahkan anggota Batak Karo itu ikut meleburkan diri dalam masyarakat Gayo melalui perkawinan.
Leubee Kader sendiri menikahi seorang putri raja Bukit yang bernama Sri Bulan Si Merah Mata. Proses peleburan diri itu telah berlangsung demikian rupa hingga lambat laun menjadi satu dengan penduduk, baik agamanya, bahasa maupun adat istiadatnya. []
*Penulis adalah Alumni Mahasiswa Pendidikan Sejarah Unsyiah

45 komentar:

  1. ceritanya maenarik.tp tlng kata batak karo gak tepat,cukup karo aj.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belajar dimana bro? Tau GBKP kan?

      Hapus
    2. bodoh.bikin malu aja alumni sejarah unsyiah kok kayak gini membuat artikel sejarah yang ambaradul..........gak teratur.dan gak jelas sumbernya....

      Hapus
    3. Kenapa Batak 27 itu selalu di kaitkan dengan Batak .jelas jelas Batak 27itu adalah Karo bukan batak.marga dan kedatangannya jelas dari Karo bukan dari Batak tolong di pisahkan antara Batak dan Karo sehingga kata Gayo atau suku Gayo itu lebih mudah di telusuri.karna Gayo Karo sangat identik atau satu ras.marga bahasa.nama nama kampung.dan apa lagi mau bukti .itu Sundah sangat jelas

      Hapus
  2. saya setuju dengan saudara Heri, "Karo" tepatnya.
    kalau "ka Yo" adalah takut dan lari, mungkin ada benarnya (sebahagian saja). Mungkin pada waktu itu (sebagian saja) orang2 dari tanah gayo (lokop) merantau hingga perlak . Dan ketika islam masuk, sebahagian dari mereka tidak mau meninggalkan agama leluhur mereka dan kembali naik gunung atau masuk hutan. Tapi kalau kita liat orang gayo yg terdekat dengan perlak adalah lokop. Karena kesamaan adat dan bahasa (Gayo lokop dan Gayo Takengon), istilah "ka Yo" (sudah takut) lengket ke semua orang2 gayo dan menjadi JOKE atau lelucon bagi orang pesisir.

    Markopolo datang ke Perlak 1292 tapi bukti islam sudah masuk ke tanah gayo tahun 1232 di Lingga. jadi orang Gayo pada zaman itu ada yang mau ada yang tidak. Bukan lari atau takut.

    Contoh: Kalau sekarang datang agama baru (bukan Islam) entah dari mana datangnya ke Perlak, dan dengan kekuatan penuh. Apakah orang2 perlak akan menerima atau pergi ke pedalaman?
    jadi kata "Ka yo" dengan "gayo" hanya kebetulan saja....
    Note:saya bukan ahli di bidang ini hanya ingin menyampaikan pendatan saja. Hanya Allah S.W.T yg maha mengetahui.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kayo juga ada dalam bahasa Karo yg artinya kacau.gayo juga ada yg artinya kepiting.( Kalak Karo si nangani Gayo,);orang Karo yg memakai kepiting.orang Karo yg migrasi pertama ke Gayo makan kepiting

      Hapus
  3. Lucu sekali rasanya membaca sejarah ini, semoga sejarah yang lebih benar bisa dihadirkan kepada pembaca... namun demikian sedikit ada juga benarnya, yaitu masalah nama Gayo yang berarti orang suci. Nenek Moyang orang Gayo berasal dari Hindia Belakang, dan Arab (Ishaq Linge) terakhir. Dalam bahasa Hindu ada dua Dewa yang dipuja yaitu Ram Gayo (Dewa Pemelihara) dan Rawan Gayo (Dewa Perusak).

    BalasHapus
  4. apa pun cerita ny?
    minum ny ttp teh botol sosro...

    BalasHapus
  5. ceritanya bagus tetapi orang gayo dan orang karo memiliki dna yang sama itu sudah terbukti.dan satu lagi suku karo bukan batak ,suku karo jauh lebih tua daripada batak

    BalasHapus
    Balasan
    1. ahh...tahu tahuan aja anda...isme ga usah terlalu tinggi bos,semua suku mempunyai sejarah masing2.yg tak anda akui pula anda berasal dari india selatan sana jd apa bedanya dengan simalungun toba karo pakpak mandailing.SATU RUMPUN itu kawan...ini sudah ada penelitian dari orang belanda sendiri...horas mejuah juah....

      Hapus
    2. ahh...tahu tahuan aja anda...isme ga usah terlalu tinggi bos,semua suku mempunyai sejarah masing2.yg tak anda akui pula anda berasal dari india selatan sana jd apa bedanya dengan simalungun toba karo pakpak mandailing.SATU RUMPUN itu kawan...ini sudah ada penelitian dari orang belanda sendiri...horas mejuah juah....

      Hapus
    3. Org batak ajapun gk mw menganggap Karo tu Batak.

      Hapus
    4. Kalau Karo dianggap Batak maka Gayo susah ditelusuri karena Gayo mirip Karo bukan mirip batak.yg jelas Karo alas.gayo.pakpak.singkil.kluet adalah satu ras .kalau ras Toba atau Batak ialah.angkola .mandailing.dan toba.jangan di campur baurkan.sehingga sulit untuk di telusuri

      Hapus
    5. Mantap itu lah kebenaran Karo Gayo alas Singkil keluet.pakpak 1 ras.bukan batak.mejuah juah

      Hapus
  6. orang asli di provinsi aceh, tapi sayang urangku ngekuduru

    BalasHapus
  7. . Yang jelas nya kita semua keturanan nabi Adam.as !

    BalasHapus
  8. Al Chaidir Nawawi Selian KAU TIDAK TAU APA2 TENTANG SEJARAH ACEH,APALAGI GAYO,JANGAN KAU BUAT CERITA YG BUKAN2,COBA BUKTIKAN KEBENARANNYA,F**K

    BalasHapus
    Balasan
    1. sepertinya saudara Uknown sendiri yng tidak tahu apa2, baik sejarah maupun teknologi,pertama; kalau tahu sejarah kenapa nggak di share biar kita2 banyak tahu. kedua; yang tulis sejarah di atas bukan nawawi, dia hanya memposting, yang tulistu Maya Agusyani, SPd alumni Fkip sejarah Unsyiah

      Hapus
  9. saya orang gayo asli lo, ceritanya menarik, tp gayo itu dulunya linge, dan kebanyakan atau yg d sebut kan di atas tadi sepertinya belum ada, itu sepengetahuan saya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Linge itu cengkok alas cengkok Karo adalah lingga atau longgar jadi jelas Karo dan Gayo itu sama.satu ras bukan dengan batak

      Hapus
    2. Linge cengkok alas cengkok Karo lingga atau longgar kata lingge yang ke Gayo jadi sama aja Karo sama Gayo ya sama aja.satu ras.bukan dari Batak dan bukan dari toba.nggak ada miripnya dgn Batak .marga .bahasa.nama nama kampung sangat identik dengan bahasa karo.bukan dgn batak.itu sudah jelas dong asal usul gayo

      Hapus
  10. jangan berkata kasar lah omongan yang baik aja lah

    BalasHapus
  11. lebih santun lebih baik dan berfaedah,terima kasih atas pengetahuan yang di tuangkan di laman ini

    BalasHapus
  12. sebagai bahan untuk pertimbangan, manusia menetap awal nya di pingir laut setelah itu mereka berangsur angsur ketengah pulau melalui sungai atau tepian sungai

    BalasHapus
  13. kalau ada yang lompat dari langit ngak bisa diteriama akal kan.ngak spt itu kan manusia bermigrasi,yang bergerak dari pantai dan sungai tu, coba kita cari lah dari mana suku suku ini semua di mulai

    BalasHapus
  14. yang jelas harus ada penelitian lebih lanjut tentang suku gayo.
    biar tidak ada simpang siur mengenai asal usul urang gayo

    BalasHapus
  15. ''anda yang bercerita tentang islam anda harus betul memahami islam itu sebenarnya, begitu juga sebaliknya anda juga harus mengetahui asal usul gayo yg sebernarnya, seperti kerajaan"ANTARA" "samarkilang" dllsb...

    BalasHapus
  16. Berijin ...
    Saya masuk tanpa permisi ..
    Saya berasal dari pakpak ...
    Saya ingin mengutarakan sdikit persamaan marga dan bahasa antara pakpak dan gayo
    Marga
    1. Cibro
    2.munte
    Di daerah kita sama2 mempunyai marga ini ...
    Dan saya sendiri marga cibro

    Bahasa.
    1.mangan
    Gayo mangan (makan)
    2.kune
    Gayo kune (bagai mana)
    3. Seruel
    Gayo seruel (clana)
    4.Sentabi
    Di gayo tabi( minta ijin )
    5.urup urup
    Gayo urum urum( sama sama)
    Dan ada lagi persamaan lain ya..
    Maaf jk saya lancang bukan bermaksud mempengaruhi admin ..
    Namun itu nyata ..
    Ktika saya menginjakkan kaki saya di aceh tengah takengon saya terkejut dan merasa bangga ada satu marga saya di tanah ini yakni marga cibro...
    Awal ya saya kira orang pakpak saya memandang merek bengkel ya dan ingin bertanya ...
    Stelah saya bertanya namun kami berbeda namun darah saya berkata kata
    Saya sedih ada satu marga dgn saya namun bahasa kami berbeda ...
    Hingga sekarang hati kecil saya masih bertanya ...
    Mengapa cibro ada dua satu pakpak dan satu gayo ...
    .
    Namun meski pun kami berbeda dia tetap saudara...
    Saya harap sejarah ini cepat ter ungkap agar hati saya bisa lega trimakasih ...
    Berijing ama.ine. abang. Kakak.

    BalasHapus
  17. menarik sih
    tapi saya blum yakin ceritanya
    harus baca sumber lain juga

    BalasHapus
  18. nos kekeberen wasni nome, cerite wasni ntonoh, jerang waih mulo sudere, ngupi mulo kati seder: translite: meramu sejarah diwaktu pulas, bercerita diwaktu ngantuk, tanak air dulu saudara, ngopi dulu kita biar sadar, oce boossssss

    BalasHapus
  19. Ibunda saya juga orang gayo ayahanda saya orang jawa bangga rasanya bisa terlahir di negri indonesia yang kaya akan suku dan budaya 😇

    BalasHapus
  20. bodoh.bikin malu aja alumni sejarah unsyiah kok kayak gini membuat artikel sejarah yang ambaradul..........gak teratur.dan gak jelas sumbernya....

    BalasHapus
  21. Sy sendiri suku gayo, tapi sy kurang mengerti sejarah gayo. Tlg di uraikan lebih jelas lagi donk..!!!

    BalasHapus
  22. Gayo adalah Karo, dulu raja lingga lari ke takengon dan dibuat nama kampung kebayaken, yg artinya di Karo kebayaken(kekayaan) lingga ada pemimpin di rombongan itu, makanya ada kerajaan lingge di Gayo, udah jelas x, Megat di Gayo ada semua di Karo, lingga,Munthe,sibero,milala. Jelaskan.

    BalasHapus